KABARTUNGAKAL.COM. Anggota DPR RI Dedi Mulyadi tak kuasa menahan emosi saat mengetahui hutan bambu di Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, akan dibabat dan diubah menjadi perkebunan pisang.
Awalnya Dedi mendapat laporan dari warga yang datang ke rumahnya. Warga yang merupakan petani penggarap lahan Perhutani di Sukasari itu mengadu karena hutan bambu yang sudah ada sejak puluhan tahun akan diganti menjadi kebun pisang. Bahkan beberapa hektare bambu sudah ditebangi.
Menurut warga ada perusahaan dan LMDH yang mengaku telah mengantongi izin perhutanan sosial akan melakukan penanaman pisang di sana. Mereka berdalih pisang lebih menguntungkan dibanding dengan bambu yang saat ini ada.
Warga tak setuju karena selama ini mereka telah hidup sejahtera tanpa merusak kawasan hutan dari bambu. Tak hanya pemilik izin garapan, warga yang bekerja sebagai kuli panggul bambu pun sejahtera karena mendapat upah sepadan.
“Jangankan pemilik, tukang panggul saja sejahtera. Satu batang Rp 2 ribu kalau 50 batang sehari bisa dapat Rp 100 ribu,” ujar salah seorang warga.
Mendengar hal itu sontak Dedi tak setuju. Baginya alih tanam dari bambu ke pisang malah akan memperburuk keadaan. Sebab warga di sana pernah menanam pisang namun gagal karena hama dan penyakit. Belum lagi pisang malah akan membuat struktur tanah rapuh dan menyebabkan longsor.
“Namanya perhutanan sosial itu mensejahterakan masyarakat, meningkatkan ekonominya. Bukan orang kota yang datang menggarap ke sini. Dan logikanya di mana hutan kok ditanami pisang. Itu mah perkebunan namanya,” ujar Dedi.
Dedi yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR RI itu menyebut banyak manfaat yang didapat dari bambu selain dari segi ekonomi. Pertama bambu bisa membantu terhindar dari longsor terlebih Sukasari merupakan lereng berbukit.
Kedua, bambu merupakan penyelamat mata air dan tanaman yang baik sebagai daerah resapan. Hal ini cocok ditanam di daerah Sukasari yang merupakan ‘tanggul’ dari Waduk Jatiluhur.
“Kemudian kan di daerah sana berdekatan dengan sentra industri Jatiluhur kemudian Karawang juga. Nah bambu ini sangat baik untuk mengatasi polusi udara,” katanya.
Selanjutnya Dedi pun beranjak dan menggelar pertemuan dengan sejumlah pihak yang mengaku telah mengantongi izin perhutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dalam pertemuan itu Dedi secara tegas menolak hutan bambu menjadi kebun pisang. Ia pun langsung berkomunikasi dengan Menteri LHK untuk melakukan evaluasi dan mencabut izin perhutanan sosial tersebut.
“Coba kalau tidak ada yang mengeluh ke saya, tidak ada yang nangis, habis ini hutan. Saya sudah bilang berulang kali Siliwangi itu menjaga hutan. Di mana ada Siliwangi menjaga pisang. Kalau ngomongin hutan saya emosi. Hampir habis hutan di Jawa Barat ini. Berspekulasi orang sini bisa hidup dengan pisang, nyatanya masyarakat sini sejahtera dengan bambu. Kalau yang lain saya masih bisa toleran tapi kalau sudah bicara hutan dan lingkungan hidup saya tidak. Karena jarang orang yang mau memperjuangkan hutan,” ucap Dedi dengan berapi-api.
Sebagai solusi Dedi menyarankan agar rencana kebun pisang tersebut dihentikan. Sebagai gantinya ia mengajak semua berdiskusi mengenai pembagian kawasan garapan. Hal itu agar tidak ada masyarakat yang mempunyai garapan sangat luas atau sedikit, tapi semua rata dan adil.
Laporkan Orang Penebang Bambu
Saat melakukan peninjauan lokasi Dedi Mulyadi bertemu dengan Abah Adim. Kakek tersebut memiliki izin garapan dari Perhutani seluas 10 hektare. Namun tiba-tiba saat ia sakit ada orang yang menebang bambu seluas 2 hektare dengan dalih akan dimulai program perhutanan sosial penanaman pisang.
“Abah waktu itu sakit 1,5 bulan enggak keluar rumah. Tiba-tiba dikasih tahu bambu habis ditebang. Itu tidak ada yang izin atau bilang dulu ke Abah buat tebangnya,” ucap Abah Adim.
Abah Adim sendiri sudah dari tahun 1965 menggarap lahan hingga akhirnya memiliki izin garapan resmi dari Perhutani. Selama ini Abah Adim mengartikan izin tersebut adalah untuk memberdayakan kawasan hutan tanpa boleh merusak.
Akhirnya Abah Adim tahun 2000 mulai melakukan penanaman pisang. Namun gagal karena pisang tidak produktif dan habis dimakan oleh monyet. Selain itu tanaman pisang malah menyebabkan 1,5 hektare lahan garapan longsor.
“Baru tahun 2006 mulai tanam bambu bareng warga. Alhamdulillah menghasilkan dan tidak ada lagi longsor. Abah merasa punya kewajiban untuk menjaga dan dititipi hutan makanya pohon yang ada tidak ditebang, tanam bambunya di lahan kosong. Abah juga sudah habis Rp 120 juta untuk merawat dan bikin jalan di sini,” ucapnya.
Namun kini bambu yang sudah bertahun-tahun ditanam dan tinggal panen sudah rusak ditebang orang. Abah Adim pun merasa sedih karena baru pulih dari sakit dan mendapati lahan ekonominya telah hancur.
Dedi Mulyadi yang mendengar curhatan tersebut langsung menanyakan kepada pihak perusahaan dan LMDH yang mengaku telah memiliki izin perhutanan sosial. Dedi menanyakan siapa orang yang telah menebang bambu tanpa sepengetahuan Abah Adim.
Ketua LMDH Bambu Jaya Ucok mengaku telah meminta izin sebelum melakukan penebangan. Bahkan rencana penanaman pisang juga merupakan keinginan warga yang difasilitasi oleh LMDH untuk disampaikan ke KLHK.
Abah Adim secara tegas menjawab tidak pernah mengizinkan orang menebang di tempatnya. Terlebih saat itu ia sedang sakit. Ia baru tahu bambunya telah ditebangi sekitar satu minggu setelah pulih dari sakit.
Warga pun menolak mentah-mentah apa yang diucapkan oleh Ucok. Sebab warga sudah sejahtera dengan bambu. “Dia (Ucok) ketemu ngobrol sama warga saja tidak pernah, nyangkul tidak pernah. Tiba-tiba sekarang muncul bilang pisang keinginan warga. Itu tidak benar,” teriak salah seorang warga.
Sementara itu pihak Perhutani yang hadir di lokasi memastikan tidak memberikan izin untuk melakukan penebangan di lahan garapan warga.
“Kesepakatannya tidak boleh ada pembongkaran atau penebangan pohon bambu dan pohon lainnya. Sesuai kesepakatan itu hanya boleh menanam (pisang) di areal kosong,” ucap perwakilan Perhutani.
Akhirnya Dedi memutuskan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Sebab meski lahan milik Perhutani namun barang yang ada adalah milik Abah Adim.
Dedi Mulyadi Bersama Abah Adim langsung mendatangi Polres Purwakarta untuk melaporkan hal tersebut usai pertemuan berlangsung.
“Saya akan terus mendampingi warga dan Abah Adim mengawal kasus ini,” ujar Dedi Mulyadi. (Red)
Sumber : Kesatu.co