kabartungkal.com – Duta Besar Pelayan Dua Kota Suci untuk Indonesia, Essam Bin Ahmed Abid Althaqafi, membantah informasi yang menyebut Indonesia tidak mendapatkan kuota untuk pelaksanaan haji tahun ini. Informasi ini sebelumnya disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI, Dr. Sufmi Dasco Ahmad.
“Merujuk pada pemberitaan yang beredar yang telah disampaikan oleh sejumlah media massa serta media sosial, berita-berita tersebut tidaklah benar dan tidak dikeluarkan oleh otoritas resmi Kerajaan Arab Saudi,” ujarnya dalam surat keterangan yang diterima Republika, Jumat (4/6).
Tak hanya itu, ia juga membantah pernyataan yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily, yang menyebut 11 negara telah memperoleh kuota haji dari Kerajaan Arab Saudi, sementara Indonesia tidak termasuk dari negara tersebut.
Essam Bin Ahmed Abid Althaqafi menyebut hingga saat ini Kerajaan Saudi belum mengeluarkan instruksi apapun yang berkaitan dengan pelaksanaan haji 2021. Hal ini berlaku tidak hanya bagi Indonesia tapi juga jamaah lain di seluruh dunia.
Bersama dengan keterangan tersebut, ia menyebut berupaya untuk menjelaskan kondisi dan fakta yang sebenarnya ada di lapangan. Ia juga berharap agar pihak-pihak terkait dapat melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan pihak Kedutaan atau otoritas resmi lainnya.
“Saya berharap agar kiranya dapat melakukan komunikasi terlebih dua arah dahulu, baik di Kerajaan Arab Saudi maupun di Indonesia, guna memperoleh informasi dari sumber-sumber yang benar dan dapat dipercaya,” kata dia.
Menag: Belum Ada Negara Dapat Kuota Haji
Terkait soal tersebut, sehari yang lalu, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota haji.
Menag, mengatakan, pemerintah Arab Saudi sampai hari ini yang bertepatan dengan 22 Syawal 1442 H atau 3 Juni 2021, belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/ 2021 M.
“Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara, jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota (haji), karena penandatanganan nota kesepahaman memang belum dilakukan,” kata Menag dalam telekonferensi dengan media di Jakarta, Kamis (3/6)
Menag menjelaskan, kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji. Sebab berbagai persiapan yang sudah dilakukan, belum dapat difinalisasi. Untuk layanan dalam negeri, misalnya kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Arab Saudi.
Demikian pula penyiapan layanan di Arab Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi karena belum ada kepastian besaran kuota haji, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji dan lainnya.
“Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jamaah dengan Arab Saudi. Nah, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/ 2021 M itu hingga hari ini belum juga dilakukan,” ujarnya.
Ia mengatakan, padahal dengan kuota 5 persen dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari. Kemudian hal lain yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan secara ketat oleh Arab Saudi karena situasi pandemi Covid-19. Pembatasan itu bahkan termasuk dalam pelaksanaan ibadah.
Menag menyampaikan, berkaca pada penyelenggaraan umrah awal tahun ini, pembatasan itu antara lain larangan sholat di Hijir Ismail dan berdoa di sekitar Multazam. Shaf saat mendirikan sholat juga diatur jaraknya. Ada juga pembatasan untuk sholat berjamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
“Pembatasan masa tinggal juga akan berdampak, utamanya pada penyelenggaraan Arbain. Karena masa tinggal di Madinah hanya tiga hari, maka dipastikan jamaah tidak bisa menjalani ibadah Arbain,” jelasnya.
Menag menambahkan, pembatalan keberangkatan jamaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI) baik dengan kuota haji Indonesia maupun kuota haji lainnya. Jamaah haji reguler dan haji khusus yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1441 H/ 2020 M, akan menjadi jamaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/ 2022 M.
“Setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jamaah haji yang bersangkutan. Jadi uang jamaah aman. Dana haji aman. Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoaks,” ujarnya.
Menag menyampaikan simpati kepada seluruh jamaah haji yang terdampak pandemi Covid-19 tahun ini. Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat, Kemenag juga telah menyiapkan posko komunikasi di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU). Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.
“Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian Covid-19 ini segera usai,” kata Menag.
KMA Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/ 2021 dibacakan Menag, dihadiri Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Khoirizi, Sekretaris Jenderal MUI Buya Amirsyah Tambunan, Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto, Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini, Kepala BPKH, Anggito Abimanyu, dan Stafsus Menag Adung Abdul Rochman.
Sumber : ihram.co.id